SELAMAT DATANG DI BEM PPKN

Friendship is not a lesson you can learn in the school. But you have not learned anything if you haven't learned the meaning of friendship. (Shufi Salsabila)

SELAMAT DATANG DI BEM PPKN

Pendidikan merupakan hiasan kemakmuran serta tempat perlindungan dalam kesulitan. (Aristoteles)

SELAMAT DATANG DI BEM PPKN

Pendidikan bukanlah persiapan untuk hidup, pendidikan merupakan kehidupan itu sendiri. (JOHN DEWEY)

SELAMAT DATANG DI BEM PPKN

Pendidikan mempunyai akar yang pahit tapi buahnya manis. (Aristoteles)

SELAMAT DATANG DI BEM PPKN

Di depan memberi teladan,Di tengah memberi bimbingan, Di belakang memberi dorongan. (Ki. Hajar Dewantara)

Thursday, May 27, 2021

Tak Terucap

 Tak Terucap

Oleh: Anonim


Ibu..
Kata yang ku Rindu sampai satu Dasawarsa ini..
Huruf nan kata kini terambang dimulutku….
Tak sampai ke Lidah..
Tak juga tak sampai ke langit mulutku..
Sungguh Hal itu membuatku bingung tuk ucapkan…
Ibu..ibuu..!
Mungkin sebelum se Dasawarsa ini..
Mudah sekali ku ucapkan sampai berkali-kali..
Pagii…siang …sore…tak Henti-henti..
Kadang karena kebutuhankuu..
Kadang jua karna ku Rindu..

Ibu …
Kenyataanya kata itu hanya  berlaku sampai 6 tahun saja ..
Cukup sampai disitu lidah ini terbiasa memanggilnya..
Hingga akhirnya kaku untuk waktu yang lama..
Ini bukan salah Tuhan…
Tuhan lebih tahu mana yang harus dipertahankan….
Karna kasih sayangNYA tak Tertahankan…
Banyak hikmah yang berlimpahan…
Dia yang memberi ketetapan..
Dan ku terima semua ini dengan kepasrahan..
»»  Baca Selengkapnya...

Nenek

 Nenek

Oleh: Rosnafisah Setyani


Ketika libur semester tiba, aku dan keluargaku mengunjungi rumah nenekku di kampung. Aku mengunjungi rumah nenekku untuk kedua kalinya setelah kakekku meninggal. Kampung nenek ku  adalah kampung yang jarang penduduk dan masih percaya hal-hal yang mistis. Ketika masuk ke dalam rumah nenekku aku sudah mempunyai firasat yang tidak enak, kudukku berdiri sangat kuat. Banyak sekali sesajen yang ada di rumah nenekku. Aku mencoba untuk tersenyum kepada nenekku agar aku tidak ketahuan kalau aku tidak begitu nyaman tinggal disini. Ketika kubuka pintu kamar yang akan aku tempati, aku langsung melihat sebuah cermin yang besar ada tepat berada di depan ku. Tempat tidur yang tak terlalu besar namun mempunyai banyak ukiran-ukiran yang unik. Nenekku selalu melarangku untuk ke sebuah ruangan yang pintunya selalu digembok dengan rapat, tak banyak pikir aku pun langsung menurutinya. Jujur, semakin malam semakin terasa aneh di rumah ini. Aku penasaran dengan pintu yang digembok rapat oleh nenekku, karena nenekku sangat melarang aku untuk memasukinya. 
Keesokan paginya ketika aku terbangun aku tak melihat ada orang satupun di rumah ternyata pagi-pagi sekali ketika nenekku pergi ke sawah dan orang tuaku pergi untuk membantunya. Aku mencoba berkeliling untuk  melihat rumah nenekku, seketika aku melihat pintu yang nenekku gembok agak terbuka sedikit. Awalnya aku enggan untuk melihatnya, namun rasa takutku mengalahkan rasa penasaran ku. Aku mencoba mengintip pelan-pelan, dan aku melihat dengan sangat jelas. Tubuh kakekku yang hanya sisa tengkorak yang diawetkan dengan pakaian jawanya lengkap dengan blankon sedang duduk di kursi goyang menghadap ke arah pintu. Sontak aku terkejut, ternyata nenekku menyimpan jasad suaminya. Jadi siapa yang dikubur didalam makam kakekku saat itu?

»»  Baca Selengkapnya...

Mencari Kebahagiaan

 Mencari Kebahagiaan

Oleh: Neni Wulandari




Rasanya bahagia yang kurasa selama ini adalah semu
Karena pada akhirnya aku kembali lagi pada kesunyian malam
Dimana selalu ada kesedihan dalam kesendirian
Dan hanya ada senyuman palsu yang menghiasi bibir
 
Lalu dimana aku harus mencari kebahagiaan ?
Kebahagiaan yang terasa sempurna
Kebahagiaan yang terasa nyata
Kebahagiaan yang membuat jantung berdegup kencang
 
Aku selalu rindu tentang kebahagiaan
Aku menginginkan kehangatan 
Aku bermimpi tentang keindahan
Aku berharap tangis pilu menjauh dari kehidupan
 
Adakah cahaya terang yang menuntunku pada kebahagiaan ?
Karena aku ingin menggapainya bersama mentari pagi yang bersinar
Menghempaskan semua kepahitan dalam hidup
Dan sambut hari yang baru dengan tersenyum
Untuk mewujudkan sebuah kebahagiaan yang nyata

»»  Baca Selengkapnya...

Hari Ini

 Hari Ini

Oleh: Eva Agustini

Hari ini,
Kita ketahui,
Pandemi masih tetap membersamai.
Menjadi saksi tersungkurnya raga berkali-kali.
Menyulut pilu tak kian bertepi.
Menopang tekad tak henti-henti.
Jika saja kita tahu,
Kapankah pandemi ini akan berlalu ?
Tentu, pada akhirnya
Peluh akan menjadi syukur yang riuh.
Keluh akan seperti tabir yang runtuh.
Tubuh tak akan lagi terkapar rapuh.
Rindupun segera  berlabuh di dermaga temu.
Dan aku tahu,
Hari ini,
Kita sedang sama-sama menunggu.

»»  Baca Selengkapnya...

Isyarat

 Isyarat

Oleh: Eliza


Lisan tak kunjung bersuara
Raga mulai tak mampu menahan gemuruh hati
Laksana gemuruh ombak di malam hari
Dingin,
Penuh gejolak namun redam di kegelapan malam
Tak mampu menahan dan,
Menyampaikan kepada hangatnya siang
Tak mampu memecah suara di penghujung senja
Aku si pengagum rahasia
Hanya mampu mengisyaratkan
Melalui sorot mata terdalam
Dan doa di gelapnya malam
»»  Baca Selengkapnya...

Lekas Pulih Ya Semestaku

 Lekas Pulih Ya Semestaku

Oleh: Asha Anisa Mantiri


Dengan sekuat nafas
Dengan netra yang tak henti mengeluarkan airnya
Dengan bibir yang terus memanjatkan doa
Segera hilangkan dia

Dia yang membuat kami terkukung dalam kesendirian dan kesepian
Dia yang membuat kami berpisah dengan orang tersayang
Dia yang membuat dunia kalut akan kehadirannya
Dia yang mampu membuat dunia sendu
Dia yang mampu membuat semestaku muram

Aku rindu...
Rindu rasanya menghirup udara bebas
Rindu rasanya bertemu langsung dengan mereka yang tercinta
Rindu rasanya dengan dunia yang luas


      Kali ini hanya satu pintaku
Tolong hilangkan dia
Hilangkan dia dari duniaku
Duniaku yang sekarang terkekang dalam belenggu
Duniaku yang kini sunyi

Lekaslah membaik duniaku
Lekaslah pulih semestaku
»»  Baca Selengkapnya...

Seutas Cinta

 Seutas Cinta

Oleh: Abdul Rohman Tarigan

/1/
Kurasa tidak ada lagi yang begitu tulus dan putih.
Merah, berlumur darah begitu pekat
Teriak, beriak hingga memekak begitu dekat
Tak  berdaya, didekap begitu erat
Bergandeng, berlinang bukan lagi air
tetapi cinta dengan ketulusan hakikat

Tatapan itu jelas bias
Bahkan tak santiran dalam paras
Yang nyata justru cinta sebabkan
Jelas tak terbantah penuh cinta-
dan darah berikatan

/2/
Kemudian, setiap malam mata bersemburat 
Acuh akan lelap dan esok hari sehat
Ingin hanya tumbuh untuk aku yang begitu cerewet
Bernyanyi hanya oek-oek-oek dengan air mata-
di tengah bulanpun sedang terjaga

Begitu tegap, berkambium, lebat, subur tak terbantah
Ku yakini tumbuhnya begitu sukar penuh lelah
Diterpa dersik, bertahan dalam kerontang
Dihujani asam, dihinggapi hama tanpa berpegang
Hingga dapat memberiku keteduhan
Membawakan segala cinta yang anindhita-
meraki, penuh eunoia
Hingga orokku berpanen harsa
Berbuah sahaja dan bernas sentosa
/3/
Aku memasuki kanak-kanak
Masih dalam dekap penuh kata lunak
Sembari berjalan, kemudian belajar berlari
Tangan dan tubuh itu tetap berdikari
Eling, tak biarkan tubuh ini tersengat-
bahkan oleh matahari
Bijak, merapalkan setiap lema baik
Untuk melunakan hati yang sering mengusik

Pongah, seolah tidak ada
Bahkan untuk sebuah percik saja
Angkara, bukan menjadi bagiannya
Ku rasa setiap malaikat pula
Hanya bait-bait penuh kasih
Yang terus melukiskan setiap kisah

/4/
Masa merangkak beriring tumbuhku
Usiaku menjalar berdigit dua
Sedang malaikat itu kian menua
Tetapi tingkah polahku acap kali-
durhaka

Nadanya selalu beresonansi rendah
Sedang suaraku sering kali berkelit lidah
Bahkan meninggi membantah
Tindak tandukku bukan lebih indah
Seringnya malah mengundang amarah
Namun, tulus cintanya membawakan pasrah

/5/
Aku meratapi masa ruai itu
Kini, ku tahu betapa pedihnya-
hati putih itu
Ketika penuh coretan noda diksi dan tingkah
Dari anak yang tumbuh atas kasih-
dan cintanya

Sesalku kini terus menjelma 
Anggasta dalam hati penuh nestapa
Setelah Pemilik Ruh, memanggil jiwanya
Bahkan tak menyisahkan sedikit saja tawanya

/6/
Cakap penghujungmu jadi baris yang terukir
Cinta kasihmu tidak pernah ada akhir
Itu yang menyumbat air mata ini
Sekalian juga melancarkan isaknya

Harusnya ku yakini
Odemu adalah baris tanpa henti
Serenada adalah nadi dari hati
Sementara balasku seringkali melahirkan elegi

/7/
Ibu, itikadku bernaluri
Menjaga tiap bait yang terujar
Dari dikau yang penuh nurani
Pintaku pada ujung hidup ini-
aksama Tuhan beri
Hingga serat-serat hidup ini
Bersatu kembali
Di jagat yang abadi
»»  Baca Selengkapnya...