SELAMAT DATANG DI BEM PPKN

Friendship is not a lesson you can learn in the school. But you have not learned anything if you haven't learned the meaning of friendship. (Shufi Salsabila)

SELAMAT DATANG DI BEM PPKN

Pendidikan merupakan hiasan kemakmuran serta tempat perlindungan dalam kesulitan. (Aristoteles)

SELAMAT DATANG DI BEM PPKN

Pendidikan bukanlah persiapan untuk hidup, pendidikan merupakan kehidupan itu sendiri. (JOHN DEWEY)

SELAMAT DATANG DI BEM PPKN

Pendidikan mempunyai akar yang pahit tapi buahnya manis. (Aristoteles)

SELAMAT DATANG DI BEM PPKN

Di depan memberi teladan,Di tengah memberi bimbingan, Di belakang memberi dorongan. (Ki. Hajar Dewantara)

Saturday, August 1, 2020

2045 Indonesia Emas Bukan Dongeng


 2045 Indonesia Emas Bukan Dongeng 
Oleh: Tias Cahyani Lestari, Universitas Negeri Jakarta
Berbicara tentang masa depan tentu kita akan sering bermain dengan imajinasi mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi di masa mendatang. Gagasan serta ide terus bermunculan guna menyumbangkan aspirasi demi perbaikan dalam beberapa bidang. Ketika mendengar narasi bahwa Indonesia emas akan terjadi di tahun 2045, penulis nampak tertarik untuk mengulas akan ada revolusi apa saja di tahun tersebut.
Tahun 2045 mendatang Indonesia genap berusia 100 tahun setelah 74 tahun merdeka. Di usia yang tidak lagi muda, menandakan bahwa bangsa kita akan menangani persoalan-persoalan yang serius. Mulai berkeinginan untuk mencapai pendidikan yang inovatif, sumber daya manusia yang berkualitas, kemajuan teknologi, pemerataan pembangunan terlaksana, dan lain sebagainya. Indonesia pun sudah mencanangkan jargon untuk mewujudkan Indonesia emas di tahun 2045.
Visi Indonesia di tahun 2045 ialah menjadikan Indonesia sebagai Megatrend Dunia.[1] Visi tersebut akan diselaraskan bersama misi yang tidak kalah spektakuler, seperti pengembangan sumber daya manusia, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan, ketahanan nasional dan tata kelola kepemerintahan. Akan tetapi, perlu diingat dan dicatat, untuk menghadapi tantangan Indonesia emas di tahun 2045, faktor pendidikan menjadi persoalan yang sangat krusial, yang perlu diintegrasikan oleh pemuda bersama pemerintah sebagai pionir dalam menjemput Indonesia emas.
Dikutip dari Depdidbud (1999), pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan tidak hanya mencakup proses transfer dan transmisi ilmu pengetahuan, tetapi juga merupakan proses yang sangat strategis dalam menanamkan nilai dalam rangka pembudayaan anak manusia.
Sebelum memasuki masa keemasan tiba, Indonesia diperkirakan akan menghadapi bonus demografi di tahun 2030.[3] Keadaan tersebut sempat menggetarkan apa yang akan terjadi di hari esok jika tidak diserasikan dengan SDM yang terdidik dan kompeten. Jangan sampai perkara pengangguran meningkat jumlahnya dan menjadi beban negara. Karena emas atau tidaknya Indonesia di 2045 sebenarnya sedang ditentukan oleh pemudanya hari ini sedang berbuat apa.
Mari sejenak kita berkaca pada sejarah, yaitu dari lahirnya organisasi Boedi Utomo pada 20 Mei 1908 yang merupakan awal kesadaran pergerakan nasional dan bangkitnya pemuda dalam menggalang semangat persatuan dan kesatuan meraih kemerdekaan. Kemudian pada 28 Oktober 1928, Soegondo dengan lantang membacakan ikrar sumpah pemuda sebagai cita-cita berdirinya negara Indonesia. Peristiwa sejarah di masa lalu masih membekas dan menjadi bukti, bahwasanya sejak dahulu para pemuda sudah mengambil andil. Hingga kini, potensi pemuda jelas menginspirasi dan mengiringi jalannya sebuah peradaban.
Beberapa pekan yang lalu penulis mencari sumber diinternet mengenai kawasan 3T (terdepan, terluar, tertinggal) di Indonesia yang dari segi pendidikannya masih amat tertinggal. Lalu penulis menemukan salah satu aktivitas dari komunitas Sokola Institute yang didirikan oleh perempuan batak yang biasa di sapa Butet Manurung. Sejak kecil Butet sudah memiliki tekad dan cita-cita untuk mentransfer ilmunya kepada anak-anak rimba di pedalaman. Awal mula perjalanan Butet merintis Sokola Insitute bersama rekan-rekannya di lakukan di Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi.
Di sana mereka mengajarkan anak-anak rimba seperti pendidikan dasar, membaca, menulis, dan berhitung. Sistem belajar orang rimba pun jelas berbeda dengan siswa-siswa lain. Mereka lebih memanfaatkan alam sebagai media dalam belajar. Misal, menggunakan biji karet untuk berhitung dan mengenalkan macam-macam huruf. Terkadang muncul pertanyaan kritis dari anak-anak rimba yang belum yakin bahwa pendidikan bisa menyelamatkan mereka dan hutan sebagai warisan dari nenek moyang.
Butet mencoba memotivasi dan meyakinkan anak-anak rimba bahwa pendidikan merupakan faktor yang sangat krusial, dengan pendidikan mereka bisa menyelamatkan hutan dari serangan orang luar yang tak berbudi. “sekolah membantu kami supaya tidak ditipu orang luar. Tetapi kalau adat tidak dipelajari, tidak akan membantu, karena nanti kembali kita yang menanggung kesalahan.” (Malekat Tumenggung Mirak, pemimpin adat orang rimba).
Kita dapat mengetahui bahwa ada induk permasalahan pendidikan yang terjadi di kawasan 3T, dikarenakan sarana dan prasarana yang belum memadai sehingga akses teknologi pun terhambat. Kanak-kanak pun terus berusaha belajar seadanya dan semampunya. Ketidakmerataan pendidikan tersebut salah satunya disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2014, lebih dari 4,7 juta anak Indonesia usia antara 7-18 tahun tidak bersekolah. Salah satunya penyebab utamanya adalah alasan ekonomi. Variabel jarak sekolah dengan tempat tinggal, jenis pekerjaan orang tua, jumlah tanggungan keluarga, latar belakang pendidikan orang tua, tingkat pendapatan orang tua dan kegiatan produktif anak dalam rumah tangga berpengaruh terhadap anak putus sekolah.
Sudah semestinya pemerintah lebih concern kembali dalam mengawasi jalannya subsidi pendidikan. Pidato Presiden Republik Indonesia mengenai Nota Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 menyebutkan anggaran pendidikan pada 2020 sebesar Rp 505,8 triliun. Angka ini meningkat 2,7% dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 492,5 triliun. Sesuai dengan bunyi Pasal 31 ayat 4 yang berbunyi: Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Kemudian jika kita perhatikan dalam UU No. 14 tahun 2005 Pasal 14 ayat 1 huruf (a) yang berbunyi: “Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak: a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial”. Sadar atau tidak sadar problematika pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari hal yang sudah dipaparkan di atas.
Dengan besarnya jumlah anggaran subsidi untuk pendidikan, besar pula harapan rakyat kepada Pemerintah sebagai pemangku jabatan untuk bernusantara di sudut-sudut Ibu Pertiwi. Kelak Pemerintah dapat mengetahui  betapa terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan yang belum mengalami peningkatan mutu serta kesejahteraan tenaga pengajar di Indonesia yang masih dipertanyakan.
Dari perjalanan Butet Manurung mengajar, sudah seyogianya pemuda dapat berkontribusi dalam menjemput perubahan. Peran pemuda dan pemerintah sebagai kontrol sosial dapat berkolaborasi bersama penduduk setempat dengan melakukan penyuluhan-penyuluhan terkait esensial pendidikan. Fungsi dari penyuluhan tersebut menginginkan agar penduduk setempat lebih terbuka bahwa pendidikan mampu menjadi resolusi. Masyarakat pun akan lebih paham bagaimana menanggulangi permasalahan-permasalahan yang timbul. Dengan adanya kesadaran yang mulai tumbuh, mereka dapat meningkatkan taraf kehidupannya melalui pengetahuan yang berkembang. Sebagaimana dalam firman Allah berbunyi: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka(Q.S Ar-Ra’d 13:11).
Penulis pun mendukung program pemerintah melalui Penguatan Pendidikan Karakter yang diatur dalam Perpres No. 87 Tahun 2017. Prinsip dan pendekatan pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa akan dilakukan secara berkelanjutan, dilakukan melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, budaya sekolah, nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan, dan proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan. Selain penguatan dalam pendidikan karakter, hendaknya pemuda juga memegang keterampilan yang ada di abad 21. Pendidikan di era sekarang diperuntukan untuk mempertajam empat hal, yang disingkat 4C, yaitu Critical Thinking (berpikir kritirs), Creativity (kreativitas), Collaboration (kolaborasi), dan Communication (komunikasi).
Jika Indonesia emas di 2045 tidak ingin menjadi dongeng, sebaiknya kita berangkat dari hal kecil yang bisa membawa ekspetasi nan menakjubkan. Sebagaimana Soekarno melafazkan tutur bijaknya, “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan ku cabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan ku guncangkan dunia”. Jika di luar sana orang-orang hanya bisa berkeluh menanti perubahan, di sini penulis mencoba berkutik lewat tulisan persuasif yang konstruktif. Jika ada dari kita yang meninggalkan masa muda tanpa ada peningkatan ibadah yang tinggi, tanpa ada prestasi yang diraih, tanpa ada karya yang menginspirasi, tanpa ada kontribusi yang berarti, maka sungguh kita telah zalim kepada diri kita sendiri.


»»  Baca Selengkapnya...