Sepotong Roti untuk Pagi Itu
Dini Azzahra Noviyanti
NIM: 1401625095
Pagi hari itu, suasana masih sejuk dan jalanan belum sibuk. Seorang anak kecil berdiri di depan toko roti, mengamati dari balik kaca yang berkabut. Pakaian yang dikenakannya terlihat usang, rambutnya tidak teratur, tetapi sorot matanya begitu tajam seakan menyimpan harapan yang sangat besar untuk tubuhnya yang kecil. Pemilik toko, seorang perempuan paruh baya bernama Bu Nita, memperhatikannya dari dalam. Sudah tiga hari anak itu berdiri di tempat yang sama, setiap pagi, tepat pukul enam. Akhirnya Bu Nita keluar, membawa sepotong roti hangat di tangan. Pemilik toko yang bernama Bu Nita, seorang wanita paruh baya, mengamati dari dalam. Anak tersebut telah berada di lokasi yang sama selama tiga hari, setiap pagi, tepat pada pukul enam. Akhirnya, Ibu Nita muncul, memegang sepotong roti yang masih hangat di tangannya.
"Apakah Anda menyukai roti ini? " tanyanya dengan lembut. Anak tersebut mengangguk dengan lembut. "Betul, tetapi saya tidak memiliki uang. "
Bu Nita memberikan senyuman sambil menyerahkan roti tersebut. "Oleh karena itu, mohon bantu Ibu untuk menyapu sejenak, ya? Sebagai imbalannya, kamu diperkenankan untuk menikmati roti ini. "
Anak tersebut menunjukkan senyuman pertamanya. Senyum yang biasa, namun seolah menerangi pagi yang sejuk tersebut. Ia dengan segera mengambil sapu dan membersihkan lantai depan toko dengan semangat yang tinggi.
Setelah menyelesaikan, ia duduk di anak tangga toko dengan hati-hati memegang roti tersebut, seolah-olah khawatir roti itu akan rusak jika dipegang terlalu keras. Namun, alih-alih segera memakannya, ia membungkus setengah dari bagian tersebut menggunakan kertas koran yang sudah tua dan dibawanya. “Kenapa tidak Anda habiskan saja? ” tanya Bu Nita dengan rasa heran. Bocah tersebut membungkuk. “Sebagian untuk adik yang ada di rumah. Ia belum mengambil sarapan. ”
Terdapat jarak yang cukup lama antara napas Bu Nita. Secara tiba-tiba, roti yang ada di tangannya terasa sangat berat, bukan disebabkan oleh ukurannya, melainkan karena makna yang terkandung di dalamnya. Sejak pagi hari, ia telah melayani banyak pelanggan, tetapi tidak ada satu pun yang membuatnya merasa bahagia seperti anak kecil itu.
Pada malam hari, Bu Nita mengalami kesulitan untuk tidur. Ia selalu mengingat anak kecil tersebut, cara dia memandang roti, serta cara dia menyimpan setengahnya. Pada pagi berikutnya, sebelum toko dibuka, Bu Nita mempersiapkan dua paket roti tambahan. Saat anak tersebut datang kembali, ia mengulurkannya sambil tersenyum.
“Kali ini, satu untuk kamu, satu untuk adikmu. Tapi janji, kamu harus terus rajin belajar, ya?”
Anak itu memeluk roti itu seolah sedang memeluk dunia. “Terima kasih, Bu. Aku janji.”
Di bawah langit pagi yang mulai bersinar, dua individu yang sebelumnya tidak saling mengenal telah saling membantu.
Kisah ini mengajarkan bahwa tindakan baik yang kecil dapat menghasilkan harapan yang besar. Kadang-kadang, orang yang paling miskin bukanlah mereka yang tidak memiliki kekayaan, melainkan mereka yang telah kehilangan rasa empati. Kemanusiaan bermula dari sepotong roti yang dibagikan dengan ikhlas.
»» Baca Selengkapnya...