Wednesday, September 25, 2024

“Kesehatan” Stigma “Seblak Makanan Perempuan” Bukti Krisis Kepedulian Perempuan Indonesia Terhadap Diri Sendiri

“Kesehatan”
Stigma “Seblak Makanan Perempuan” Bukti Krisis Kepedulian Perempuan Indonesia Terhadap Diri Sendiri

Karya: Peni Pinandhita, Kinanti Istantia Chantika

“Wanita adalah tiang negara, apabila wanita itu baik maka akan baiklah negara dan apabila wanita itu rusak, maka akan rusak pula negara.”

Pembukaan
Tak jarang kita melihat antrian perempuan utamanya remaja rela mengantri panjang untuk semangkuk seblak, Pereda stress katanya. Hingga pada akhirnya muncul sebuah ungkapan bahwa seblak adalah makanan perempuan. Perempuan memang terbukti memegang kendali peradaban, makhluk yang dibekali Allah untuk lebih menggunakan perasaan ini punya pengaruh luar biasa dalam cerita hebat keemasan Islam. Kisah tentang sahabiyyah yang berpengaruh di masa Rasulullah SAW seperti Gazalah Al Haruriah yang tangkas dan kuat mengendalikan kuda perangnya. Juga kisah ilmuwan perempuan yang menjadi orang terdepan dalam perkembangan ilmu pengetahuan seperti Maryam Al Astrolabiy yang tekun dalam mempelajari ilmu astronomi, fisika, dan matematika pada masa itu. Membahas Muslimah di Indonesia pasti akan banyak topik bahasannya. Namun, ada satu hal yang terlupa, padahal hal ini memegang kendali penting terhadap pembentukan diri yaitu “makanan”. Muslimah yang kuat dan hebat bukan hanya butuh makanan yang halal tetapi juga butuh mengonsumsi makanan yang baik.
“You are what you eat” adalah ungkapan yang menunjukkan bahwa kualitas diri seseorang ditentukan juga dari apa yang di makan. Bahkan sebuah studi membuktikan bahwa produktivitas seseorang juga lamanya hidup di dunia ditentukan dari apa yang dimakan. Zaman dahulu, manusia memiliki umur lebih panjang juga salah satu penyebabnya adalah asupan makanan yang asli tanpa pengawet dan bahan tambahan lainnya. Namun, di era ini Kebiasaan mengkonsumsi makanan sehat telah berubah akibat perkembangan ekonomi yang begitu pesat. Hal ini ditandai dengan akses yang semakin mudah terhadap makanan yang tidak sehat dan juga harga yang lebih murah dibandingkan dengan makanan sehat (Yayu Adenengsi, Haniarti, and Ayu Dwi Putri Rusman 2019).

Isi
Inovasi penyajian makanan juga terus berkembang. Salah satunya adalah makanan yang diberi julukan makanan cepat saji, hampir semua makanan berlomba agar bisa disajikan dengan lebih cepat. Bahkan sekarang ada batagor, bakso, cilok, nasi goreng, bubur, seblak yang dikemas secara instan. Kemudahan yang sungguh kian membahayakan ketika kita tidak sadar sering memasukkan makanan tersebut ke dalam tubuh.
Sebanyak 75% remaja mengalami gangguan terkait dengan menstruasi yaitu pola haid yang tidak teratur dan dismenore. Kondisi tersebut diperparah dengan pola makan remaja yang belum baik, yang berakibat pada peningkatan status gizi yang tidak norma l (Syakila, Widiyaningsih, and Puspitasari n.d.). Dismenore adalah kram dan nyeri pinggul saat haid, dengan penyebab umum seperti aliran darah yang deras, mengeluarkan gumpalan, fibroid rahim, atau endometriosis (Puspitasari and Ugelta 2021). Hal tersebut diperkuat dengan data yang menyatakan bahwa salah satunya penyebabnya adalah pola asupan di masa modern ini. Konsumsi makanan cepat saji dan makanan yang belum tepat cara mengolahnya sering beresiko 5 kali lebih besar memiliki siklus menstruasi yang tidak normal dibanding dengan siklus menstruasi normal (Rahma 2021). Fast food mengandung asam lemak yang dapat menganggu proses metabolisme progesterone saat fase luteal terjadi. Hal tersebut mengakibatkan kadar prostaglandin dalam tubuh menjadi tinggi dan memicu terjadinya kontraksi pada rahim (Syakila et al.n.d.).
Dengan adanya fakta demikian mestinya membuat kita sebagai generasi perempuan Indonesia memahami bahwa perempuan butuh makanan sehat agar tetap menjaga sehat dan kuatnya tubuh dan organ yang dimiliki. Sebab organ dalam tubuh perempuan lebih rumit. Berbicara tentang seblak, makanan yang pedas dan berkuah yang berisi kerupuk, sayuran, telur, mie kwetiaw, telur, bakso, sosis, dan aneka pelengkap lain yang terus dikembangkan, kini menjadi makanan favorit banyak perempuan Indonesia. Bahkan sebuah survey Lembaga kesehatan menyebutkan 4 dari 10 remaja perempuan pecinta seblak mengonsumsi seblak 3 kali dalam seminggu. Hal ini menjadi miris, ini baru mengenai seblak saja. Jadi, berapa banyak remaja perempuan Indonesia yang menjadikan junk food dan fast food sebagai makanan favorit dan dikonsumsi setiap harinya. Rasanya memang lezat dengan banyaknya kandungan penyedap di dalamnya. Namun, bahaya kesehatan tubuh mengintai di balik lezatnya makanan tersebut. Tetapi, ini hanya dianggap sebagai angin lalu oleh banyak remaja. Sebab mereka menganggap bahwa masih muda mana mungkin ada penyakit yang datang. Atau bahkan lebih parahnya lagi muncul kalimat hidup cuma sekali, jadi makan aja segala yang mau dimakan. Hal itu tidak menjadi masalah jika dikonsumsi dalam sajian yang benar.
Dalam sebuah uji kandungan seblak yang dilakukan universitas jember yang menguji 5 sampel didapatkan hasil bahwa semua sampel mengandung bakteri Bacillus Sp (Cahyani, Waluyo, and Iqbal 2020). Bakteri ini menyebabkan diare, radang, dan demam. Media kontaminasi bakteri ini adalah tanah atau tumbuhan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pencucian sayuran berupa kol dan sawi pada 5 sampel yang diuji tidak bersih. Kita juga sering melihat penjual seblak langsung memotong dan memasak sayuran tanpa mencuci dengan argumentasi bahwa bakteri akan mati ketika proses pemanasan. Pada faktanya tidak demikian. Tidak hanya berhenti disana, proses pemasakan seblak yang mengharuskan sayur hijau yaitu sawi dimasak dalam waktu lama yang tak jarang warnanya hingga memudar juga menyebabkan kandungan nutrisinya hilang seperti yang dibuktikan dalam sebuah eksperimen bahwa sayuran berdaun dalam waktu lama bisa menghilangkan banyak kandungan nutrisi penting di dalamnya (Gelaye 2023). Tidak berhenti di sana saja, sayuran hijau yang disimpan terlalu lama atau dipanaskan tidak layak dikonsumsi karena zat besi berupa ferro (Fe2+) akan teroksidasi menjasi ferri (Fe3+) dimana ferri (Fe3+) bersifat racun bagi tubuh kita (Nasution 2018). Pelengkap lain yang harus ada dalam seblak adalah kerupuk berwarna, dalam sebuah uji yang dilakukan terhadap jenis kerupuk yang sering digunakan pada seblak yaitu kerupuk bawang dan kerupuk oren didapatkan hasil bahwa dari 10 sampel kerupuk yang diperiksa, 7 sampel kerupuk teridentifikasi mengandung zat pewarna sintetis Rhodamin B dan 3 sampel kerupuk lainnya tidak mengandung Rhodamin B. dengan salah satu diantaranya adalah merk yang menjadi favorit banyak kalangan (Sidabutar et al. 2019). Rhodamin B bersifat karsinogenik sehingga dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kanker. (Hevira, Desmi Alwinda, and Najmi Hilaliyati 2020). Keracunan makanan yang bersifat akut serta dampak akumulasi bahan kimia yang bersifat karsinogen merupakan beberapa masalah kesehatan yang akan dihadapi oleh konsumen (Parengkuan, Paat, and Tumbel 2022).
Uji toksisitas rhodamin B telah dilakukan terhadap mencit dan tikus dengan injeksi subkutan dan secara oral. Pada penelitian ini didapatkan LD50 89,5 mg/kg yang ditandai dengan gejala pembesaran hati, ginjal dan limfa diikuti perubahan anatomi berupa pembesaran organ. Penggunaan Rhodamin B pada makanan dalam waktu yang lama (kronis) akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker. Namun demikian, bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B.(Rahayu and Mahmuda 2016).
Dengan adanya fakta yang membahayakan di atas tentunya saat ini masih berbanding terbalik dengan lebih banyaknya perempuan Indonesia yang bahkan belum menganggap bahwa kesehatan diri perlu dijaga. Hal ini harusnya dimaknai jauh lebih penting daripada hanya memuaskan nafsu makanan sesaat. Fenomena ini menunjukkan bahwa krisis peduli kesehatan diri pada perempuan Indonesia masih rendah.

Penutup
Jika kita berkaca pada negara skandinavia yang mayoritas adalah negara maju dari segala segi, ternyata makanan masyarakatnya pun terjaga, mereka mengonsumsi junkfood dan fastfood juga, tetapi makanan sehat lain juga mengimbangi. Sehingga kualitas hidupnya juga terjaga. Urusan makanan semestinya adalah hal yang paling sudah diperhatikan, sebab kita melakukannya setiap hari dan sebagai penganut Islam, Allah dan Rasulullah SAW sudah memberikan panduan yang jelas. Namun pada kenyataannya, perempuan Indonesia masih mengalami krisis peduli kesehatan diri yang disebabkan banyak hal.
Perempuan adalah tiang peradaban, maka perempuan sehat secara lahir dan bathin akan membentuk diri yang berkualitas juga akan melahirkan keturunan yang unggul. Makanan membentuk sel yang ada di tubuh, hingga akhirnya sel membentuk jaringan, organ, hingga akhirnya membentuk tubuh kita. Oleh karena itu, kita adalah apa yang kita makan. Mulai sekarang, sudah saatnya perempuan menyadari bahwa menjadi perempuan yang kuat dan sehat secara lahir bathin adalah hal yang harus diprioritaskan. Bukan hanya sekadar yang penting enak atau yang penting kenyang. Sekarang sudah saatnya seblak makanan perempuan harus dipatahkan. Mestinya perempuan muslim Indonesia akrab dengan makanan sehat yang sudah disebutkan dalam Al Quran dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW, agar perbaikan kualitas generasi muslim bisa dimulai dari sekarang.

Daftar Pustaka
Cahyani, Rizka Maulidya, Joko Waluyo, and Mochammad Iqbal. 2020. “Identification of Bacteria on Seblak Food around University of Jember Based on Microbiological Criteria of Processed Food.” BIOEDUKASI 34. doi: 10.19184/bioedu.v18i1.14835.
Gelaye, Yohannes. 2023. “Quality and Nutrient Loss in the Cooking Vegetable and Its Implications for Food and Nutrition Security in Ethiopia: A Review.” Nutrition and Dietary Supplements Volume 15:47–61. doi: 10.2147/NDS.S404651.
Hevira, Linda, Desmi Alwinda, and Najmi Hilaliyati. 2020. “Analisis pewarna Rhodamin B pada kerupuk merah di Payakumbuh.” CHEMPUBLISH JOURNAL 5(1):27–35. doi: 10.22437/chp.v5i1.7912.
Nasution, Sri Bulan. 2018. “ANALISA KADAR BESI (Fe) PADA BAYAM HIJAU SESUDAH PEREBUSAN DENGAN MASA SIMPAN 1 JAM 3 JAM DAN 5 JAM.” Jurnal Ilmiah PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery, Environment, Dentist) 11(1):74–80. doi: 10.36911/pannmed.v11i1.72.
Parengkuan, Calvin, Vlagia Paat, and Silvana Tumbel. 2022. “Identifikasi Kandungan Formalin Pada Mie Basah Yang Beredar Di Pasar Beriman Kota Tomohon.”
Puspitasari, Irma Amelia, and Surdiniaty Ugelta. 2021. “HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN POLA MAKAN DENGAN DISMENORE.” 4(2).
Rahayu, Muji, and Yulia Irma Mahmuda. 2016. “Identifikasi Zat Pewarna Rhodamin B Dan Methanyl Yellow Pada Kerupuk Yang Dijual Di Pasar Beringharjo Yogyakarta Tahun 2016.”
Rahma, Benefita. 2021. “Hubungan Kebiasaan Konsumsi Fast Food Dan Stres Terhadap Siklus Menstruasi Pada Remaja Putri Sman 12 Kota Bekasi.” Jurnal Health Sains 2(4):432–43. doi: 10.46799/jhs.v2i4.151.
Sidabutar, Anna Duita, Ali Napiah Nasution, Sri Wahyuni Nasution, Sri Lestari Ramadhani, Hafiz Muchti Kurniawan, and Ermi Girsang. 2019. “IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN KADAR RHODAMIN B DALAM KERUPUK BERWARNA MERAH YANG BEREDAR DI MASYARAKAT.” 1(1).
Syakila, Aprilia Qoulan, Endang Nur Widiyaningsih, and Dyah Intan Puspitasari. n.d. “The Relationship Of Fast Food Consumption Frequency With The Event Of Primary Dymenorrhea On High School Students In Sale District Rembang Regency.”
Yayu Adenengsi, Haniarti, and Ayu Dwi Putri Rusman. 2019. “HUBUNGAN
FOOD CHOICE TERHADAP KESEHATAN MENTAL PADA REMAJA DI KOTA PAREPARE.” Jurnal Ilmiah Manusia Dan Kesehatan 2(3):410–22. doi: 10.31850/makes.v2i3.185.

No comments:

Post a Comment