Dialog Hari Ini
Karya: Mozella Pascalina Joel
00.18 WIB
Mataku masih belum menemukan titik lelahnya. Bagiku sendiri ini bukan hal yang mengejutkan
karena dialog dini hari memang selalu menguras energi. Aku sendiri heran bagaimana bisa suara
itu muncul memecah kesunyian malam. Sudah sering aku mencoba untuk diam dan tidak
berdialog, berharap raga ini beristirahat untuk menghadapi pahitnya kenyataan besok, tapi tetap
saja suara itu selalu menggangu waktu tidurku.
01.18 WIB
Satu jam berlalu dan suara itu masih terdengar dikepalaku. Mempertanyakan hal yang sama
disetiap malamnya. Dialog yang diulang-ulang membuatku sakit kepala, sampai rasanya aku
ingin berteriak hingga terdengar ke ruangan sebelah. Dialog bodoh yang disebut “Overthinking”
oleh budak korporat Jakarta selatan itu, membuatku enggan untuk menghadapi malam-malam
selanjutnya. Aku muak berdialog dengannya. Aku benar-benar muak dengan dialog bodohnya
yang selalu memposisikan aku sebagai manusia malang dan tidak layak disandingkan dengan
nama - nama yang terlintas dikepalaku.
Ah... sudahlah, cukup untuk malam ini, biarkan mataku mengikuti kehendakku dulu, biarkan
aku tidur di ranjang biru dengan motif bulan sabit ini , daripada harus berdialog dengannya lagi,
karena jika itu terjadi aku akan kembali menyadari kalau aku hanya seorang gadis tidak percaya
diri yang hanya ingin menjadi sempurna dan tenang sejenak, dan berharap jauh dari suara-suara
bising kehidupan.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
06.00 WIB
Aku berhasil mengistirahatkan raga khususnya mataku, kurasa fajar berhasil membisukannya
hingga aku lupa dengan dialog semalam. Dialog pagi ini dimulai dengan kesunyian lagi, bedanya
aku merasa damai dengan suasana kamarku yang sebenarnya tidak berubah sejak 5 tahun lalu.
Mungkin karena aku berdialog dengan suara yang selalu mengerti aku, suara dari sosok yang
tidak terlihat tapi ada, yang tidak terdengar bunyi langkah kakinya namun aku bisa merasakan keberadaannya lewat hembusan angin sejuk dari jendela kamarku. Setidaknya dialog pagi hari
tidak sama dengan dini hari. Setidaknya lebih baik... Ya, selalu lebih baik.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
12.00 WIB (Tengah Hari)
Aku sudah berada di ruang kesunyian yang lain, bedanya ini bukan ruangan berdinding putih
dengan ranjang dan foto-foto kebanggaanku, namun ruangan putih sunyi yang dipenuhi rak buku
dan meja-meja kayu. Pelarian selain berdialog dengan suara tadi pagi, adalah tempat ini. Sudah
dua tahun aku tidak duduk di sudut ruangan ini, membaca lembar demi lembar, sambil sesekali
menatap lalu lintas kota.
13.30 WIB (Ketika aku memasuki halaman ke-26.)
“Menurutmu apa tujuan kamu hidup , kok tidak pernah terlihat seperti mereka, selayak itukah
kamu disandingkan dengan mereka, menurutmu apa mereka akan mengakuimu seperti apa yang
kamu yakini ? Mungkinkan kamu bisa menjadi seperti mereka ? kamu kan tidak seperti mereka,
kamu jauh dibawah mereka !” .
Sial, suara itu muncul di tengah hari, biasanya dia hanya mampu menggangu dini hari ku bukan
tengah hariku. Bukan, ini bukan suara pagi hari, ini suara dini hari, aku yakin betul itu dia. Aku
terpaku dan langsung memejamkan mata, aku hanya berharap suara pagi hari bisa melawan suara
dini hari yang merasukiku di siang hari.
“Tidak, aku tidak seperti itu, aku hanya butuh waktu dan dukungan, aku hanya butuh menunggu,
jadi tolong, diamlah !” Bentak batinku yang berusaha melawan suara dini hari.
“Oh ya ? Kalau begitu kenapa kamu tidak yakin dengan dirimu sendiri, bukankah dialog kita
semalam menjelaskan semuanya, bahwa kamu tidak seperti mereka, atau perlu kuingatkan lagi
nama - nama mereka ?” Jelasnya dengan semakin keras.
“Mereka ?” Tanya batinku sambil menerka-nerka
“Ya...Mereka, orang-orang yang kamu validasi dengan kata sempurna, nama-nama yang
berdiri besama denganmu di garis start yang sama!” Jelasnya semakin menggebu-gebu. “Cukup, jangan rusak siang hariku, biarkan aku menyelesaikan tujuanku kesini, aku tidak mau
berdialog denganmu” Ucap batinku memutus dialog dengan suara dini hari.
Sejujurnya saat situasi seperti ini aku selalu ingin menangis, aku menahan air mata agar tidak
membasahi buku yang sedang kubaca. Aku berharap suara tadi pagi dapat menghiburku, aku
lebih ingin berdialog dengannya dibandingkan dengan suara dini hari.
14.30 WIB (Tiga puluh menit sebelum perpustakaan tutup)
Aku masih belum berpindah tempat dengan suasana hati yang sama seperti satu jam yang lalu,
namun aku tetap membaca lembar demi lembar dari buku kuning yang kutemukan secara tidak
sengaja di rak kayu nomor 03. Aku masih berharap suara pagi hari datang dan berdialog
denganku di waktu ini.
14.40 WIB
Sepuluh menit berlalu dan aku masih mengharapkan kehadiran suara pagi hari.
“Huft.. mungkin suara itu akan muncul besok pagi bukan sekarang” pikirku sebelum
kuselesaikan dua paragraf terakhir dari bab empat.
“Memenuhi kepalamu dengan pikiran betapa kewalahannya kamu, hanya akan memperburuk
masalah dan membuatmu merasa lebih tertekan daripada yang seharusnya, berdamailah dengan
ketidaksempurnaanmu dan biarkan orang lain menikmati rasa bangganya masing-masing” tulis
dua paragraf terakhir yang berhasil membuatku tersentak sesaat.
Bukan karena aku berhasil menyelesaikan 4 bab dalam waktu singkat tapi karena aku sadar suara
pagi hari berbicara kepadaku melalui buku bersampul kuning itu. Aku yakin itu suara pagi hari,
aku mengenalnya dan aku bisa merasakan kedamaian itu, suasana damai yang aku rasakan setiap
pagi. Aku terdiam, memejamkan mata dan berusaha merasakan keberadaannya.
“Benarkah begitu ? Benarkah apa yang dikatakan suara dini hari tentangku ?” Tanyaku
meminta validasinya
“Itu pilihanmu” Jawabnya singkat
“Pilihan ? Maksudnya apa ?” Tanyaku penasaran
“Kamu akan selalu berdialog dengan suara dini hari, tapi untuk urusan percaya dengannya atau
tidak, itu pilihanmu”
Belum sempat aku menjawabnya, seseorang menepuk pundakku, nampaknya dia gadis yang aku
temui saat di resepsionis depan tadi, dan mungkin dia mengira aku tertidur pulas saat membaca
buku.
“Maaf kak, sudah jam tiga sore, jam kunjungan perpustakaannya sudah habis, jika kakak mau
pinjam bukunya silakan langsung ke counter peminjaman ya, terimakasih” Katanya dengan
sopan
"Oh iya ya, thank you ya, maaf hampir kebablasan” Jawabku sambil merapikan barang-
barangku dan langsung bergegas ke counter peminjaman buku.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
15.10 WIB (Dalam perjalanan pulang)
Langkah demi langkah aku berjalan, menyusuri trotoar pinggiran balaikota , ditengah perjalanan
aku tiba-tiba penasaran, apakah suara pagi hari dan dini hari hanya berbicara kepadaku, atau ada
orang lain yang merasakan apa yang kurasakan setiap berdialog dengan mereka ?. Entahlah lebih
baik pulang saja dulu, mataku sudah mulai mengantuk dan perutku sudah mulai lapar.
15.25 WIB (Dalam perjalanan pulang, dalam angkutan kota)
15 menit aku berjalan kaki, akhirnya aku memutuskan untuk naik angkutan kota yang sedang
berhenti disebrang jalan sana. Aku duduk di posisi sudut, tepat dibelakang sopir muda
seumuranku dengan temannya yang duduk di kursi sebelah kirinya, dan satu anak laki-laki
lengkap dengan seragam pramuka duduk berhadapan denganku.
Sopir muda itu mulai menginjak pedal gas dengan pelan sambil memanggil calon-calon
penumpangnya yang kurasa tidak berminat untuk menaiki angkotnya.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Waktu berlalu dan dia memutuskan untuk mengantar para penumpangnya sampai di
pemberhentian mereka , walaupun aku yakin kedua laki-laki muda itu masih terus berharap ada
penumpang lain yang naik angkot nya selain kami berdua.
Ditengah perjalanan, aku hanya terdiam memperhatikan jalanan yang kulewati, melihat toko-
toko di sepanjang jalan dan para budak korporat yang hanya ingin cepat-cepat sampai dirumah.
Diwaktu yang sama anak laki-laki yang ada dihadapanku berkata “Bang kiri bang, gang damai
ya” Ujarnya dengan sedikit berteriak.
Ia turun dari angkot dan menyodorkan uang lima puluh ribu rupiah untuk membayar
tumpanganya .
“Gaada uang kecil dek ? Buat bayar angkot doang kali” Tanya si sopir muda itu sambil mencari
uang kembalian dan menyodorkannya ke anak laki-laki itu.
Tanpa pikir panjang ia langsung menginjak pedal gasnya membuat angkot kami melaju dengan
kencang, entah apa yang dia sedang pikirkan hingga terlihat muram dan kesal.
“Heran... anak kecil zaman sekarang duitnya banyak banget, ngalahin yang kerja kayak kita,
yang kerja siang malam aja kekurangan mulu, ujungnya malah kecewa sama hidup” Keluhnya
pada teman disampingnya
"Hahahahahahahaha, setuju bro, tapi lebih baik bersyukur aja kan ? Kalau mikirnya kurang
terus pasti gabakal puas ujungnya pasti kecewa terus, jadi bersyukur sama apa yang ada dan
nikmatin aja hidup lo” Jawab temannya dengan penuh tawa dan senyuman.
Saat itu aku sadar suara pagi hari kembali berbicara padaku melalui dialog nyata orang lain,
Dialog itu membuatku tersadar, mungkin suara dini hari tidak hanya menghantuiku saja, tapi ia
datang pada banyak orang, namun kami memiliki pilihan untuk menyetujui semua pernyataan
dan pertanyaannya atau memilih untuk bersyukur dan menganggap suara dini hari hanyalah
bagian dari ilusi kehidupan yang bahkan tidak pernah terjadi.
Dan aku... Aku memilih untuk percaya kalau suara dini hari hanyalah ilusi dari kehidupanku
Namun lain hal dengan suara pagi , dia bukan hanya sekedar suara, dia adalah dialog yang nyata, dia hadir disetiap langkah kakiku, menjadi saksi dari semua dialog-dialog nyata dihidupku, dan
yang pasti dia adalah dialog yang selalu menemani ku layaknya bayanganku .
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
23.59 WIB (satu menit sebelum dialog dini hari)
Nampaknya malam ini aku akan menghadapi dialog dini hari lagi, tapi kali ini suara pagi
menemani dan meyakinkanku kalau ilusi akan selalu menjadi ilusi dan kehadirannya akan selalu
membuatku merasa betapa berharganya hidup yang kujalanin detik ini, hari ini, saat ini. Bagiku
malam akan tetap menjadi malam, dan pagi akan selalu menjadi pagi, apa yang terjadi hari ini
cukuplah untuk hari ini, besok punya dialognya sendiri.
Cukup untuk dialog hari ini.
-jez-
No comments:
Post a Comment