Presiden Berbicara Angin
oleh Aldo Pratama Putra
Ketika membaca judul tulisan ini, apa yang anda pikirkan? Apakah anda berpikir bahwa Presiden membicarakan bencana angin kencang? Atau apakah anda berpikir bahwa Presiden membicarakan arah angin? Tentu akan ada banyak pemikiran dan pemahaman yang ada dibenak pembaca ketika melihat judul dari tulisan ini. Namun yang dimaksud oleh penulis mengenai “Presiden Berbicara Angin” adalah pernyataan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, beberapa bentuknya menyerupai angin, tidak bisa dipegang. Benar, pernyataan yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo akhir-akhir ini dipertanyakan konsistensi dan pengaruhnya. Hal ini dikarenakan beberapa pernyataan beliau tidak sesuai dengan realita yang sebenarnya. Penulis akan menjabarkan beberapa pernyataan yang dimaksud ini.
Pertama, pernyataan Presiden mengenai Tes Wawasan Kebangsaan KPK. Pada saat itu, tes ini menjadi buah bibir masyarakat luas. Hal ini dikarenakan banyak pegawai KPK yang tidak lolos tes saat itu memberikan keterangan bahwa tes yang dilakukan kepada mereka terlihat tidak relevan karena beberapa pertanyaan yang ada dalam tes tersebut menunjukkan kejanggalan dan lebih terlihat aneh oleh pegawai-pegawai KPK. Kemudian Tes Wawasan Kebangsaan ini digunakan sebagai tolak ukur keberlanjutan status kepegawaian dari pegawai-pegawai KPK. Muncul asumsi di masyarakat bahwa Tes Wawasan Kebangsaan ini hanyalah alat untuk mengeluarkan pegawai-pegawai KPK sekaligus upaya melemahkan KPK. Tidak lama berselang, Presiden Joko Widodo mengeluarkan pernyataannya mengenai Tes Wawasan Kebangsaan KPK ini. Presiden menyampaikan pernyataannya melalui laman Youtube Sekretariat Presiden pada Senin, 17 Mei 2021 yang dikutip, “Hasil Tes Wawasan Kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK, dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes.” Pernyataan ini tentu menjadi angin segar masyarakat yang khawatir terhadap upaya pelemahan KPK. Namun beberapa hari berselang setelah pernyataan Presiden tersebut, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, melakukan keterangan persnya pada 25 Mei 2021 yang dikutip melalui siaran Kompas TV, menyatakan bahwa sebanyak 51 pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan tidak bisa dilakukan pembinaan lebih lanjut berdasarkan penilaian asesor dan tidak bisa bergabung dengan KPK. Pemecatan ini tentu berlainan dengan pernyataan Presiden. Yang amat disayangkan pula bahwa Presiden tidak mengeluarkan pernyataan lebih lanjut mengenai kejadian ini yang akhirnya menunjukan bahwa pernyataan Presiden tidak sesuai dengan realita yang terjadi.
Tidak hanya mengenai Test Wawasan Kebangsaan, pernyataan Presiden mengenai larangan rangkap jabatan juga menuai pertanyaan mengenai konsistensi pernyataannya. Pada 21 Oktober 2014 yang dikutip melalui Antara TV Indonesia pada laman Youtubenya, Presiden menyatakan langsung bahwa tidak diperbolehkan rangkap jabatan. Presiden Joko Widodo berujar “Tidak boleh rangkap-rangkap jabatan. Kerja di satu tempat saja belum tentu benar, kok.” Namun nyatanya, Presiden Joko Widodo secara tidak langsung mengizinkan praktik rangkap jabatan melalui pengesahan PP No. 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI. Hal ini sebelumnya dipicu oleh adanya rangkap jabatan yang dilakukan oleh Rektor UI, Ari Kuncoro, yang juga menjabat sebagai Wakil Komisaris Utama BRI. Padahal dalam peraturannya, Rektor dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat perusahaan BUMN dan BUMD. PP No. 75 Tahun 2021 merevisi PP No. 68 Tahun 2013 yang menyebutkan bahwa Rektor dan Wakil Rektor UI tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai pejabat perusahaan BUMN atau BUMD. PP No. 75 tahun 2021 terdapat revisi bahwa Rektor dan Wakil Rektor dilarang merangkap jabatan sebagai direksi pada perusahaan BUMN atau BUMD. Tidak terdapat lagi larangan mengenai rangkap jabatan sebagai pejabat BUMN atau BUMD seperti jajaran Komisaris.
Hal ini tentu menimbulkan anggapan bahwa beberapa pernyataan Presiden Joko Widodo tidak memiliki konsistensi dan tidak sesuai dengan realita yang akan terjadi ataupun sedang terjadi dan ditambah Presiden tidak mengeluarkan pernyataan sikap lanjutan baik melalui dirinya langsung maupun melalui Juru Bicara atau Staf Kepresidenannya mengenai polemik yang terjadi sehingga kepercayaan masyarakat mengenai pernyataan selanjutnya yang akan dikeluarkan Presiden akan dipertanyakan. Selanjutnya juga merupakan hal yang wajar jika masyarakat memprotes mengenai hal tersebut. Bentuk protes ini salah satunya dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia yang menjuluki Presiden Joko Widodo sebagai “The King of Lip Service” karena penyataannya yang tidak konsisten dan tidak sesuai memang mengindikasikan bahwa dirinya hanya melakukan retorika semata melalui pendapat Presiden itu sendiri. Bentuk protes ini seharusnya menyadarkan Presiden bahwa beberapa pernyataannya dipertanyakan masyarakat.
Jika menilik alasan yang menyebabkan pernyataan Presiden tidak sesuai dengan realita dan tidak konsisten, penulis dapat merumuskan prediksi-prediksinya. Kemungkinan pertama mengenai penyebab hal tersebut yaitu mungkin pernyataan Presiden tersebut digunakan hanya untuk meredakan perdebatan dan ketegangan yang ada di masyarakat secara sementara. Presiden berupaya mengontrol kondisi awal masyarakat mengenai suatu polemik melalui pernyataannya hingga timbul suatu keputusan tertentu, Presiden melepas kontrol tersebut begitu saja. Kemungkinan selanjutnya bahwa Presiden memiliki sikap yang sangat terbuka mengenai perubahan. Ketika diawal mengeluarkan suatu pernyataan tertentu berpendapat A, kemudian setelah dipertimbangkan dan melihat kondisi yang ada, ia berubah pandangan menjadi B. Keterbukaan mengenai perubahan ini tentunya harus dijelaskan pula kepada masyarakat sehingga masyarakat tidak kebingungan mengenai pernyataan mana yang masih sesuai dengan kehendak Presiden. Kemungkinan selanjutnya karena Presiden Joko Widodo adalah bukan merupakan seorang ketua umum partai, kehendaknya masih sangat dipengaruhi oleh arahan dan masukkan dari petinggi-petinggi partainya. Yang harus digarisbawahi ialah semua kemungkinan dan prediksi tersebut belum tentu benar. Hanya Presiden Joko Widodo yang dapat mengutarakan penyebab sesungguhnya mengenai ketidaksesuaian dan ketidakkonsistenan pernyataannya selama ini.
No comments:
Post a Comment