Aku dan Impian Bapak
“Mbak Fai! kalau lagi di jogja, kan bapak nggak kasih mbak uang, mbak dapet dari mana? Rere juga mau dapet uang. Donat Rere hari ini nggak habis, jadi dikit deh uangnya.” Tanya Rere.
“Re, nanti kalo ada apa – apa, mbak kabarin ke Bude Wagiyah ya. Mbak mau ke stasiun sekarang, Nanti Mbak Fai pulang lagi.”
“Bapak, Rere punya donat, masih ada lima, bapak mau? Ucap Rere menawari.
“Mau, Re. Bapak sebentar lagi mau nyawah lagi ya.” Bapak bersemangat memakan donat Rere.
“Iya, Pak. Rere mau kuliah di Jakarta, nanti kita naik pesawat bareng ya, pak.” Jawab Rere.
Di rumah Rere sering membaca buku yang dikirim Mbak Fai, mengerjakan soal di buku bekas, dan menulis cerita di buku tulis. Hidup Rere memang tidak berkecukupan tetapi, sejak kecil ibu selalu katakan suatu saat Rere akan jadi orang hebat dan orang hebat pasti berasal dari orang yang mau belajar, berdoa, dan tidak pernah mengeluh.
“Bapak, Rere nanti pulang sekolah terlambat ya, eh nggak tau deh pulang jam berapa, tadi kata Bude Wagiyah, Rere diminta temenin Bu Ais ke Surabaya.” Iain Rere kepada bapak yang sedang sakit.
“Iya, Re. Bu Ais itu guru di sekolah Rere kan?” tanya bapak memastikan.“Iya, Pak. Bapak nanti nggak usah ke sawah ya, ini Rere tadi masak nasi, terus minumnya di teko. Nanti Rere pulang Rere buatin sayur singkong resep ibu kesukaan bapak. Maaf ya pak tadi pagi Rere nggak sempet.” Ucap Rere.
“Makasih ya, Nak. Mbak Fai katanya besok pulang ya, Re?” tanya bapak.“Kata Bude Wagiyah, iya besok Mbak Fai nyampe rumah, nanti malam dia di kereta. Pak, Rere berangkat, ya!”
“Iya, Nak. Belajar yang rajin ya biar bisa naik pesawat.” Jawab Bapak menyemangati Rere.Rere semangat ke sekolah dengan membawa donat pesanan Bu Ais, Rere juga senang karena besok Mbak Fai pulang.
Bapak memang sudah tiga bulan sakit, kalau bapak cerita katanya asam urat nya kambuh, bapak tidak bisa jalan, kalau di rumah dibantu tongkat yang di pinjamkan Bude Darmi. Bapak sudah di bawa ke rumah sakit oleh kepala desa, obatnya juga sudah habis tapi, Rere belum bisa beli obatnya lagi. Jadi bapak dirawat di rumah. Katanya dulu ketika muda hidupnya tidak teratur, kerja serabutan siang malam, jadi baru sekarang terasa dampaknya.
Rere bersyukur, sejak bapak sakit, tetangga bergantian antar makanan, walau tidak setiap hari, seperti pagi ini Rere masak nasi dan goreng tempe saja. Sekarang uang jualan Rere tidak lagi untuk beli buku tetapi, untuk makan dan beli keperluan lainnya karena bapak sakit dan tidak bisa bekerja.
“Selamat pagi, Bu Ais! Ini donat pesanannya.” Sambut Rere.
“Pagi, Rere! Terima kasih. Rere tidak usah masuk kelas ya, Rere ikut ibu ke Surabaya.” Sambut Bu Ais, sembari membayar.
“Sisanya untuk Rere karena Rere udah mau temenin ibu. Oh ya, Rere bawa buku tulis yang ibu lihat di rumah Rere waktu itu?”
Rere dan Bu Ais langsung naik ke mobil yang sudah difasilitasi kecamatan untuk menuju Surabaya.
Sampai di sana keadaan sangat ramai.
“Ibu, ini ada apa?” Tanya Rere, Bingung.
“Nak, waktu ibu ke rumah bulan lalu untuk jenguk bapak. Ibu foto cerita yang ada di buku Rere, terus ibu kirim cerita Rere yang judulnya “Rere Senang Bisa Bantu Bapak” untuk dilombakan. Ibu pesan donat untuk diberikan ke dewan juri, nanti Rere yang kasih ya.”
“Terus cerita Rere dibaca banyak orang bu?” Rere bertanya.
Saat itu Rere hanya diam, dibayangannya kalau dapat uang, mau beli obat bapak dan Rere mau naik pesawat ke Jakarta.
Ketika sedang memeluk Bu Ais, nama Rere dipanggil sebagai juara satu lomba cerita inspiratif di Provinsi Jawa Timur. Rere langsung jalan menuju panggung untuk mengambil penghargaan.
“Hallo, Renanda! Bawa apa itu?” sapa pembawa acara yang melihat Rere maju ke panggung dengan membawa donat buatannya.
“Hallo, kak! Rere bawa donat buatan Rere untuk kakak dan ibu juri.” Jawab Rere, semangat.
“Wah, Terima kasih! Rere suka masak ya sama ibu di rumah?” Pembawa acara mencoba mewawancarai.
Semua yang hadir dan menyaksikan meneteskan air mata dan tersenyum bangga atas apa yang sudah dilakukan Rere.
Rere bersyukur dan sangat senang. Setelah selesai foto bersama. Rere kembali ke Bu Ais dan memeluknya. Bu Ais bangga melihat muridnya yang paling aktif di kelas bisa menjadi perwakilan provinsi di lomba nasional.
Setelah acara selesai, Rere langsung meminta pulang sebab mau memberi hadiah ini untuk bapak. Tiba – tiba satu dewan juri yang merupakan penulis ternama mendekat, berbincang dengan Bu Ais dan bersedia menerbitkan cerita yang Rere tulis di buku tulisnya. Beliau juga mengajak Rere untuk tinggal di Jakarta untuk melanjutkan sekolah di sana, seperti impian yang Rere tulis dalam cerita.
Namun, Rere dikagetkan dengan banyaknya tamu di depan rumah, Rere mencari bapak dengan membawa hadiah. Sampai akhirnya Rere melihat bapak sudah disemayamkan di dalam rumah.
Tangisnya pecah, bahagia berubah jadi tangis yang menyesakkan. Rere lari memeluk bapak dengan membawa hadiah lomba yang di dapat.
Bu Ais sebagai guru mendampingi di samping Rere, bertanya bagaimana kronologi meninggalnya bapak Rere kepada tetangga terdekat karena saat itu di rumah tidak ada orang.
Rere terus memeluk tubuh bapak, kalut dalam duka yang menyisakan cerita, kejadiannya sama seperti meninggalnya ibu, serba tiba – tiba. Saat meninggalnya ibu, bapak menenangkan Rere dengan berkata “Tidak mengapa ibu meninggal, Allah sayang ibu, sekarang ibu tidak sakit lagi, Rere punya bapak sama mbak fai yang akan terus dampingi Rere mengejar cita-cita.”
Sekarang semua berubah, bapak sudah pergi, Rere sendiri menunggu kehadiran Mbak Fai yang besok akan tiba bersama keluarga dan tetangga. Bapak dimakamkan jam 8 malam ini.
Malam ini menjadi sangat perih, lebih perih dari meninggalnya ibu Rere, sebab sekarang Rere sudah selangkah lagi untuk menggapai satu impiannya, ternyata bapak harus pergi.
“Bu Ais, Rere mau ke Jakarta naik pesawat, Rere mau tinggal di sana. Kata bapak Rere harus terus belajar walaupun ibu dan bapak udah pergi, Rere mau bikin ibu sama bapak bangga.”
Ucap Rere dengan terisak.
“Iya, nak. Rere anak baik, Rere sudah bantu bapak. Bu Ais yang nanti temenin Rere ya.”
No comments:
Post a Comment