PROBLEMATIK KETIDAKADILAN:
Troubleshoot dalam mencari sumber
Keadilan
Oleh: Farhan Fahrezi
masyarakat dan keluarga. Individu
memiliki objektivitas sendiri terhadap
kemampuan mereka meyakini kebenaran
yang telah mereka raih, sehingga individu
menemukan nilai-nilai yang sebenarnya di
dalam dirinya.
Setelah memahami adanya
keterkaitan antara pengaruh sistem belief
terhadap diri seseorang. Perlu untuk
diketahui juga bahwa tinjauan ini terdapat
hubungannya dengan belief in just world
(BJW) atau dikenal dengan Just World
Hypothesis yang dikemukakan oleh Melvin
Lerner. Sekilas mengenai BJW yang
dikemukakan lerner mengatakan bahwa
terdapat “keyakinan” individu terhadap
dunia yang adil. Seseorang yang baik
akan dihargai, sedangkan yang buruk
mendapatkan hukuman3
. Misalnya, jika
melihat seseorang yang sangat miskin, kita
mungkin berpikir “Ya, ini adalah kegagalan
pribadi”. Pemikiran tersebut tergantung
pada mereka yang tidak bertanggung jawab
atas tindakan mereka sendiri daripada
mengenali kompleks sosial, situasi dan jaminan lingkungan yang mungkin
berperan dalam menempatkan mereka.
Maka cukup untuk menarik perhatian kita
ialah bagaimana respons BJW terhadap
victim blaming.
4
Siapa yang dapat mendistribusikan
keadilan itu? penelitian menunjukkan
bahwa sumber keadilan itu dapat dibagi
menjadi 5 dimensi yang kemudian
dianalisis dalam mencari korelasinya,
yakni:
5
● Alam dan Tuhan
Korelasi antara Alam dan Tuhan
terlihat bagaimana Ketika
seseorang sedang dihadapi oleh
kehidupan yang negatif. Seperti
halnya bahwa seseorang yang
memiliki penyakit kanker sulit
untuk mendapatkan keadilan di
dunia dengan sudah melakukan
banyak hal terkait prosedur medis.
Tampaknya masuk akal ketika
Tuhan dapat bergerak untuk
menyelamatkan orang tersebut.
Seseorang yang memiliki keyakinan kuat terhadap Tuhan,
biasanya akan memengaruhi
perilaku sosialnya. Mereka akan
berenergi dan bersemangat. Hasil
penelitian ini tampaknya
menjelaskan pendapat Lerner
mengenai persepsi atribusi.
6
● Diri dan Kesempatan
Korelasi diri dan kesempatan
terlihat dari tidak berdaya atau
kelesuan dalam menghadapi
ketidakadilan tampak paling jelas.
Bahkan ketika tindakan pribadi
untuk mengatasi kerusakan
tampaknya dapat dilakukan
Misalnya, secara pribadi
menyebabkan ketidakadilan dan
tindakan untuk mengatasi hal
tersebut.
● Orang lain dan Diri
Korelasi orang lain dan diri sendiri
menunjukkan adanya kekurangan.
Hasilnya, tampak menunjukkan
bahwa orang tidak harus melihat
dunia sebagai lebih hanya untuk diri
mereka sendiri daripada orang lain
untuk merasakan “manfaat” dari penyesuaian psikologis. Walau tak
dapat memprediksi korelasi, tetapi
belief in just world dapat
memprediksi persepsi tanggung
jawab. Misalnya kecelakaan sepeda
versus bencana alam (dipercayai
karena faktor Alam) dan kecelakaan
sepeda versus kriminal. Hal tersebut
menunjukkan bahwa ini bukan
hanya kemungkinan atribusi lain
yang “diberikan” kepada orang,
tetapi juga persepsi yang mereka
pegang secara individu sebagai
sumber keadilan yang mungkin
berdampak kuat pada pengambilan
keputusan.
Demikian bahwa BJW sulit untuk
memberikan representasi mengenai
keadilan. Akan tetapi hubungannya antara
BJW, gender dan prestasi akademik dapat
ditinjau lebih jauh. Penelitian yang
dilakukan oleh S. C. Karadag memberikan
hasil mengenai adanya hubungan antara
BJW Personal dengan BJW Umum dalam
mendorong prestasi akademik mahasiswa.
7
Sedangkan korelasi antara gender dengan BJW dalam mendorong prestasi akademik
masih perlu diteliti lebih lanjut.
Bagaimana jika individu yang
meyakini BJW terancam dari suatu bentuk
tindakan yang nyata? menjawab hal
tersebut, penulis akan memberikan uraian
dari sebuah tayangan studi mengenai
“When BJW is Threatened.”
8 Membahas
mengenai 2 hal, yakni: (1) Rational
Techniques dan (2) Irrational Techniques.
Irrational Techniques membahas mengenai
hal yang tidak rasional dalam
mempertahankan konsistensi terhadap
BJW dan Rational Techniques membahas
mengenai hal rasional yang dapat dilakukan
terhadap konsensus BJW. Penulis akan
memperjelas mengenai rational
techniques. Dalam mengurai hal ini,
seseorang dapat memilih Accept Reality
atau Prevent or Correct Injustice. Pada
Accept Reality menekankan bahwa segala
ketidakadilan dapat diterima dengan
kenyataan, sedangkan dalam Prevent or
Correct Injustice dapat ditemui 2 hal, yaitu Make a Petition atau Legal System.
Membuat Petisi merupakan tindakan yang
umum dalam mencari suara untuk aksi
dukungannya. Semakin besar vested
interest seseorang, semakin besar pengaruh
sikap terhadap perilakunya.
9 Dalam hal
legal system, perlu adanya aturan-aturan
yang dibuat untuk kebaikan bersama.
Tinjauan ini tak lepas dari policy maker,
antara politik dan hukum.
Bukankah politik sudah mengatur
berbagai hal dengan baik dalam membuat
dan memutuskan kebijakan? Peter Merki
berpendapat bahwa: “Politik dalam bentuk
yang paling baik adalah usaha mencapai
suatu tatanan sosial yang baik dan
berkeadilan.”
10 Walaupun terlihat samar,
kesepakatan bersama mengenai scarcity
untuk mengelola dan membagi sumber
daya dengan optimal menjadi poin penting
dalam keberlangsungan hidup manusia.
Bagaimana dengan hukum dalam
menempatkan keadilan? mari kita mengingat sejenak mengenai dimensi
Tuhan dan Alam. Kita dapat menjumpai
persoalan keadilan yang sebelumnya juga
membahas mengenai “kebenaran” yang
hanya dapat diperoleh oleh setiap individu.
Hans Kelsen berpendapat bahwa:
“Kehendak tuhan dalam
doktrin hukum alam
identik dengan alam
karena alam diciptakan
oleh Tuhan, dan hukum
adalah ekspresi alami
kehendak Tuhan.
Hukum alam tidak
diciptakan oleh
Tindakan manusia tidak
artifisial ataupun
kehendak bebas
manusia. Hukum alam
dapat dan harus
deduksikan dari alam
oleh kerja pikiran.”
11
Kriteria keadilan yang sangat bias
terhadap hukum karena manusia terbagi
menjadi banyak bangsa, kelas, agama,
profesi, dan sebagainya. Perlu digaris
bawahi bahwa hukum alam juga belum
mampu menentukan isi dari tata aturan
yang adil.
Apa yang akan terjadi bila keadilan
dimaknai sebagai kebahagiaan sosial?
menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu mengutip kembali pendapat Hans Kelsen
yang mengemukakan bahwa:
“Jika Keadilan dimaknai
sebagai kebahagiaan
sosial, maka
kebahagiaan sosial
tersebut akan tercapai
jika kebutuhan individu
sosial terpenuhi. Namun
tidak dapat dihindarkan
adanya fakta bahwa
keinginan seseorang
atas kebahagiaan dapat
bertentangan dengan
keinginan orang lain.
Maka Keadilan adalah
pemenuhan keinginan
individu dalam suatu
tingkatan yang tertentu.
Keadilan yang paling
besar adalah
pemenuhan keinginan
sebanyak-banyaknya
orang.”
12
Tidak terlihatnya rasio untuk
menentukan keadilan membuat
kecenderungan seseorang selalu memiliki
konflik kepentingan dalam masyarakat
yang menyebabkan permasalahan muncul
dalam mencari penyelesaian. Solusi untuk
dapat diberikan oleh tata aturan yang
memenuhi satu kepentingan dan
mengorbankan kepentingan lain, atau
membuat suatu kompromi antara
kepentingan yang bertentangan.
Kesimpulan
Setelah kita melihat begitu banyak
pandangan dari berbagai tinjauan yang
memberikan informasi mengenai keadilan,
membuat posisi menjadi sulit untuk
menaruh perhatian lebih dalam mengetahui
sisi yang rasional untuk menentukan
keadilan. Makna keadilan yang begitu luas
sangat memengaruhi dari berbagai
karakteristik manusia yang sangat beragam.
Dengan adanya uraian yang telah
dijelaskan dari berbagai pandangan, kita
mengetahui bahwa keadilan sangat
berkaitan dengan subjektivitas individu.
Tampaknya, seseorang mengikuti norma
sosial di hadapan publik tetapi tidak benar-
benar mengubah pandangan pribadi.
14
Masyarakat yang beragam dengan
ciri khas tersendiri menjalin rasa persatuan
dalam kehidupan bernegara. Masyarakat
dalam bernegara perlu mengetahui hak dan
kewajiban yang melekat didalam dirinya.
Quraish Shihab mengemukakan bahwa:
“Masyarakat yang adil
adalah masyarakat yang
tampil membantu
anggotanya untuk
mencapai kemajuan
dengan memberi jalan
masing-masing dari
mereka hak-haknya
serta melahirkan
peraturan-peraturan
dan perundang-
undangan yang
mempermudah setiap
anggotanya memelihara
haknya dan
menikmatinya, seperti
hak hidup, kebebasan
yang bertanggung
jawab, kepemilikan,
pemeliharaan nama
baik, serta tersedianya
pengadilan yang bebas
bagi yang bersengketa,
juga Lembaga dan
sarana yang dibutuhkan
oleh para pendidik dan
peserta didik, pebisnis,
alat-alat transportasi,
dan kebutuhan lain
anggota masyarakat.”
15
Kemudian untuk menumbuhkan
rasa keadilan di Indonesia, maka perlu
mengekspresikan hal tersebut melalui
Pancasila. Yudi Latif berpendapat bahwa:
“Prinsip keadilan adalah
inti dari moral
ketuhanan, landasan
pokok peri
kemanusiaan, simpul
persatuan, matra
kedaulatan rakyat. Di
satu sisi, perwujudan
keadilan sosial itu harus
mencerminkan
imperatif etis keempat
sila lainnya.
Menanggapi kekurangan perspektif
yang ada, misalnya ketika menyadari
terdapat pengaruh korelasi Tuhan dengan
diri seseorang. Anda dapat meninjau jurnal
“Belief in Afterlife” yang mengulas lebih
jauh mengenai sistem belief dengan
keterkaitan ketuhanan terhadap pengaruh
kecemasan kematian dalam diri individu.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Asshiddiqie, Jimly dan Muchamad Ali Safa’at.
Teori Hans Kelsen Tentang Hukum.
Jakarta: Konstitusi Press. 2018.
Baron, Robert A. dan Donn Byren. Psikologi
Sosial. Edisi 10. Terjemahan oleh Ratna
Juwita, Melania Meitty Parman, Dyah
Yasmina, dan Lita P. Lunanta. Jakarta:
Erlangga. 2005.
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik.
Edisi Revisi. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama. 2008.
Ginsburg, Joannah, Catherine Collin, Marcus
Week, Merrin Lazyan, dan Voula
Grand. The Psychology Book: Big Ideas
Simply Explained. New York: DK
Publisher. 2012.
Latif, Yudi. Negara Paripurna. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. 2019.
Lerner, M. J. The Belief in Just World: A
Fundamental Delusion. New York:
Springer Science+Business Media.
1980.
Sarwono, S. W. dan Eko A. Meinarno. Psikologi
Sosial. Edisi 2. Jakarta: Salemba
Humanika. 2019.
Shihab, M. Quraish. Yang Hilang dari kita:
Akhlak. Jakarta: Lentera Hati. 2016.
JURNAL
Karadag, Cirak. Beliefs in a Just World, Gender
and Academic Achievement. Eurasian
Journal of Educational Research,
November 2020.
Stroebe, Kathrine, Tom Postmes, Susanne
Täuber, Alwin Stegeman, dan Melissa-
Sue John. Belief in a Just What?
Demystifying Just World Beliefs by
Distinguishing Sources of Justice. Plos
One, Volume 10. Nomor 3. 24 Maret
2015.
Zariayufa, Kayisa, Retno Hanggarani Ninin dan
Tiara Ratih Widiastuti. HUBUNGAN
BELIEF IN AFTERLIFE DENGAN
KECEMASAN TERHADAP KEMATIAN
(Studi pada Individu Muslim Usia 18-21
Tahun). Psikoislamedia, Volume 4.
Nomor 1. 2019.
INTERNET
Association of American Medical Colleges dan
Khan Academy. “Social perception -
The Just World Hypothesis |
Individuals and Society | MCAT | Khan
Academy”. Diakses dari
https://www.youtube.com/watch?v=
B-J9IHGivfQ pada 21 Mei 2021.
Open Videos Universitas Indonesia. “Bincang
Seru Mahfud: Inspirasi, Kreasi,
Pancasila”. Diakses dari
https://www.youtube.com/watch?v=
Yh8yB8hnlRw&t=1s pada 20 Mei 2021.